
FORJASIB-Banyuwangi : Sebagai seorang praktisi hukum, saya ingin mengulas secara kritis dampak dari perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Kedua aspek perizinan ini tidak hanya penting untuk menjaga standar teknis bangunan, tetapi juga memiliki implikasi luas terhadap tata kelola dan keselamatan publik.
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
PBG adalah izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah atau pusat yang memungkinkan pemilik bangunan untuk melakukan berbagai aktivitas konstruksi seperti membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung.
Dampak utama dari PBG adalah memastikan bahwa setiap kegiatan konstruksi mematuhi standar teknis yang ketat, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas dan keamanan bangunan.
Namun, proses pengajuan PBG seringkali dianggap rumit dan memakan waktu. Hal ini bisa menghambat investasi dan pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk menyederhanakan prosedur tanpa mengurangi standar keamanan dan kualitas.
Pemerintah harus terus berinovasi dalam sistem perizinan, misalnya melalui digitalisasi proses perizinan, untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi.
Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
SLF adalah sertifikat yang menyatakan bahwa suatu bangunan gedung layak digunakan. Sertifikat ini dikeluarkan setelah bangunan tersebut dinyatakan memenuhi semua persyaratan teknis.
Dampak positif dari penerapan SLF adalah memastikan bahwa setiap bangunan yang digunakan oleh masyarakat telah melalui pemeriksaan ketat mengenai keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan.
Namun, proses mendapatkan SLF sering kali menghadapi tantangan birokrasi yang panjang. Ini bisa menunda pemanfaatan bangunan, yang pada akhirnya merugikan pemilik bangunan dan pengguna akhir.
Pemerintah perlu memastikan bahwa proses penerbitan SLF dilakukan secara efisien dan tidak membebani pemohon. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparatur pemeriksa serta penggunaan teknologi modern dalam proses inspeksi bisa menjadi solusi untuk masalah ini.
Dasar Hukum dan Implementasi Perizinan PBG dan SLF didasarkan pada:
• Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
•Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Dasar hukum ini bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum dan efisiensi dalam proses perizinan.
Namun, implementasinya di lapangan sering kali menghadapi kendala koordinasi antar instansi dan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat.
Analisis Dampak
Dampak dari PBG dan SLF sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan bangunan yang aman dan sesuai standar.
Namun, untuk mencapai tujuan ini, perlu ada perbaikan dalam sistem perizinan dan pengawasan. Pemerintah harus bekerja lebih proaktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dan meningkatkan koordinasi antar instansi terkait.
Di sisi lain, pengawasan yang ketat dan transparan sangat diperlukan untuk mencegah praktik korupsi dan kolusi dalam proses perizinan. Ini bisa dicapai melalui pemanfaatan teknologi informasi yang memudahkan pelaporan dan tracking proses perizinan.
Sebagai kesimpulan, perizinan PBG dan SLF memiliki dampak yang luas dan penting bagi pembangunan yang berkualitas dan berkelanjutan di Indonesia. Reformasi dalam proses perizinan dan pengawasan harus terus dilakukan untuk memastikan bahwa semua bangunan di Indonesia tidak hanya memenuhi standar teknis, tetapi juga aman dan layak digunakan.