Oleh : Budi Kurniawan Sumarsono, A md. SH. (Founder FORJASIB dan CWW_LawTech)
FORJASIB-Banyuwangi ; Dalam gemuruh persiapan Pilkada 2024 di Banyuwangi, terpampang suatu realitas yang sarat dengan dinamika politik, aspirasi rakyat, dan kontestasi kekuasaan. Namun, di balik hiruk-pikuk ini, terdapat dimensi yang sering terlupakan namun fundamental: empati ketuhanan dan spiritualitas. Kedua aspek ini bukan sekadar elemen periferal, melainkan inti yang dapat mengarahkan jalannya politik menuju kemaslahatan bersama.
Empati Ketuhanan: Menyentuh Nilai-nilai Kemanusiaan
Empati ketuhanan, dalam konteks ini, dapat dipahami sebagai rasa kepedulian dan kasih yang diteladankan oleh nilai-nilai ketuhanan. Sebuah landasan moral yang mengajarkan para pemimpin dan calon pemimpin untuk menempatkan kepentingan rakyat di atas ambisi pribadi. Pilkada bukan hanya arena untuk memperebutkan kursi kekuasaan, tetapi juga kesempatan untuk mengaktualisasikan ajaran kasih sayang dan keadilan Tuhan dalam praktik nyata.
Seorang pemimpin yang berlandaskan empati ketuhanan akan mampu mendengar jeritan rakyat kecil, mengerti penderitaan mereka, dan bertindak dengan kebijakan yang mendukung kesejahteraan seluruh masyarakat. Nilai-nilai ketuhanan mengingatkan kita bahwa kekuasaan sejati adalah kekuasaan yang digunakan untuk melayani, bukan untuk mendominasi.
Spiritualitas: Pilar Etika Politik
Di sisi lain, spiritualitas menawarkan kerangka etika yang kokoh dalam politik. Dalam konteks Pilkada, spiritualitas mengajarkan introspeksi dan keseimbangan batin bagi para aktor politik. Seorang politisi yang spiritual akan memandang kekuasaan sebagai amanah, bukan sekadar alat untuk meraih keuntungan.
Spiritualitas mengajarkan pentingnya kejujuran, integritas, dan komitmen untuk memperjuangkan kebenaran. Dalam suasana politik yang sering kali diwarnai dengan praktik manipulatif dan pragmatisme sempit, spiritualitas adalah lentera yang menerangi jalan menuju politik yang bermartabat. Ini mengingatkan para calon pemimpin bahwa setiap keputusan dan tindakan mereka akan dipertanggungjawabkan tidak hanya di hadapan rakyat, tetapi juga di hadapan Tuhan.
Menuju Pilkada 2024: Sinergi Empati Ketuhanan dan Spiritualitas
Menghadapi Pilkada 2024 di Banyuwangi, sinergi antara empati ketuhanan dan spiritualitas dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk menciptakan politik yang lebih manusiawi dan beradab. Para calon pemimpin diharapkan tidak hanya mahir dalam strategi kampanye dan pengelolaan citra, tetapi juga memiliki kedalaman spiritual yang membentuk karakter dan integritas mereka.
Empati ketuhanan akan memandu mereka untuk senantiasa berpihak pada kebenaran dan keadilan, sementara spiritualitas akan menjadi pengingat bahwa setiap langkah mereka memiliki konsekuensi moral.
Dengan demikian, Pilkada 2024 tidak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan, tetapi juga sebuah momentum untuk membangun Banyuwangi yang lebih baik, berlandaskan nilai-nilai ketuhanan dan spiritualitas yang luhur.
Penutup
Dalam bayangan masa depan politik Banyuwangi, kita dapat berharap bahwa empati ketuhanan dan spiritualitas tidak lagi menjadi narasi marginal, tetapi justru menjadi arus utama yang mengarahkan setiap keputusan dan tindakan politik.
Semoga Pilkada 2024 membawa kita lebih dekat pada realisasi cita-cita bersama untuk menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan bermartabat, sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan dan spiritualitas yang kita junjung tinggi.
Oleh : Budi Kurniawan Sumarsono, A md. SH. (Founder FORJASIB dan CWW_LawTech)