Oleh : Bang Bibib
Banyuwangi;Sebentar lagi akan ada PILKADA seretak. Maka kita akan melihat nanti bagaimana arah kebijakan pembangunan masing masing Daerah. Dalam konteks kebijakan maka kita harus pahami bahwa berdasarkan UU Otonomi daerah maka anggaran pembangunan kepada daerah semakin besar alokasi dari APBN, dalam bentuk DAU dan lain lain. Ini semakin mengkokohkan sistem demokrasi di Indonesai dimana paham centralisasi semakin berkurang dengan semakin besarnya peran daerah dalam melaksanakan agendan pembangunan nasional.
Dalam hal kebijakan ini , dari sisi fiskal alokasi anggaran pembangunan yang berdampak langsung kepada rakyat semakin berkurang. Karena beban belanja rutin yang terus membengkak. Jadi sangat sulit bagi Pemda untuk meng eskalagi pembangunan daerahnya bila tergantung sepenuhnya dari APBD. Mereka harus punya daya kreatifitas yang tinggi dan visi yang jelas berskala nasional, bila perlu international. Memilih kepala Daerah yang punya kapabilitas dengan visi seperti itu tidak mudah. Karena pada akhirnya yang memilih mereka adalah Rakyat langsung dan tidak semua rakyat punya kecerdasan membaca visi negara.
Lantas apakah salah bila kepala derah membuat kebijakan populis atau praktis? Tidak juga salah asalkan dia konsisten. Ini masalah pilihan kok. Tidak ada teori yang pasti benar terhadap kebijakan pembangunan, dan tidak juga ada kebijakan yang pasti buruk. Saya analogikan begini, Anda bisa saja memberikan uang belanja kepada anak anda seperti yang dia mau atau memberikan kemudahan menikmati fasilitas yang ada pada anda. Tentu karena itu seharusnya uang didapat dari kerja keras bukan berhutang atau mengurangi kebutuhan yang prioritas. Juga bisa saja anda menahan selera bagi keluarga dan menerapkan disiplin tinggi. Tapi pada waktu bersamaan anda harus memberikan kemudahan bagi anak anak untuk mengembangkan diri dan mandiri. Agar mereka bisa menghidupi dirinya sendiri. Jadi kuncinya kosisten.
Yang jadi masalah adalah karena jabatan dibatasi waktu, maka konsistensi itu diabaikan dengan kebijakan populis tanpa di iringi kebijakan prioritas yang bisa membuat wilayah berkembang karena waktu dimana anggaran populis lebih besar daripada anggaran pembangunan langsung, dan karena anggaran masih juga kurang untuk meningkatkan ruang ekonomi rakyat bawah tumbuh maka fasilitas negara berupa asset Tanah , Jalan, Taman juga di korban untuk rakyat bawah. Pada waktu bersamaan keadilan bagi yang lain di korban. Dan memang tidak ada keadilan di dunia ini. Yang ada kitalah yang harus menerima sebagai sebuah kenyataan.(admin)