0 4 min 1 bulan

 

   •
13 SEP 2024
651
EDUKASI ANTIKORUPSI

Mengenali Tipe-Tipe Koruptor dari Sisi Psikologis

Faktor internal yang berakar dalam sifat manusia sering kali memicu perilaku koruptif.
Ilustrasi. Foto: freepik.com
KORUPSI tidak terjadi dalam ruang hampa. Faktor internal yang berakar dalam sifat manusia sering kali memicu perilaku koruptif.

 

Salah satu di antaranya adalah keserakahan—sebuah naluri dasar yang mendominasi keinginan untuk mengambil lebih dari yang seharusnya.

 

Namun, menurut Yuwanto (2015) dalam kajiannya “Profil Koruptor Berdasarkan Tinjauan Basic Human Values”, keserakahan bukanlah satu-satunya penyebab.

 

Ada nilai-nilai pribadi yang turut mendorong seseorang melakukan tindak korupsi.
Teori Basic Human Values

 

Teori Basic Human Values yang dikemukakan oleh Schwartz (1992) memberikan wawasan mendalam tentang nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku manusia.

 

Ia merumuskan sepuluh nilai universal yang berperan dalam mengarahkan tindakan kita: achievement, stimulation, power, hedonism, self-direction, tradition, universalism, security, conformity, dan benevolence.
  • Achievement menekankan pada pencapaian kesuksesan pribadi.
  • Stimulation merujuk pada pencarian tantangan dan variasi.
  • Power berkaitan dengan status sosial dan dominasi.
  • Hedonism terkait dengan pencarian kesenangan dan kesejahteraan diri.
  • Self-direction menggarisbawahi kebebasan dalam bertindak.
  • Tradition menghormati adat dan budaya.
  • Universalism menekankan pada kesejahteraan semua orang, bukan hanya kelompok tertentu.
  • Security berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman.
  • Conformity adalah kebutuhan untuk menjaga keseimbangan sosial.
  • Benevolence mencerminkan kepedulian terhadap orang lain.
Dari teori ini, kita bisa memetakan bagaimana nilai-nilai ini membentuk motif di balik perilaku koruptor.

 

Lima Tipe Koruptor Berdasarkan Basic Human Values

 

Penelitian yang melibatkan 52 psikolog ini mengidentifikasi lima tipe koruptor berdasarkan motif perilaku mereka:
  • Koruptor Berbasis Tradition
Bagi mereka, korupsi adalah bagian dari “warisan”. Tindak korupsi dianggap sebagai norma yang turun-temurun, sehingga tak lagi dilihat sebagai sesuatu yang salah. Bukan hanya menguntungkan diri sendiri, perilaku ini seringkali terjadi dalam lingkup kelompok, memperkuat siklus korupsi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
  • Kombinasi Tradition, Self-direction, dan Stimulation
Tipe ini menggabungkan pandangan bahwa korupsi adalah kebiasaan, dengan sikap pemberontakan terhadap aturan. Koruptor dalam kelompok ini paham bahwa korupsi melanggar hukum, namun mereka tetap mengambil risiko untuk memperkaya diri, melampaui batasan etika dan norma yang berlaku.
  • Koruptor dengan Self-direction, Stimulation, Achievement, dan Power
Koruptor ini termotivasi oleh ambisi pribadi untuk mencapai kesuksesan finansial dan kontrol atas orang lain. Mereka rela melanggar hukum demi mendapatkan pengakuan, status, dan dominasi sosial. Uang dan kekuasaan adalah dua elemen yang menjadi tujuan utamanya.
  • Koruptor dengan Conformity dan Security
Bukan karena keserakahan pribadi, koruptor ini merasa terjebak dalam sistem yang sudah korup. Mereka melakukannya karena takut dikucilkan atau ditolak oleh lingkungan. Namun, meski terpengaruh tekanan sosial, tindakan ini tetap tidak bisa dibenarkan.
  • Koruptor dengan Hedonism dan Power
Koruptor tipe ini mengejar kekayaan dan kesenangan. Mereka melakukan korupsi karena ingin hidup nyaman dan memiliki kontrol atas orang lain. Bagi mereka, kesenangan dan kekuasaan adalah dua sisi dari koin yang sama—korupsi adalah jalan untuk memenuhi kedua kebutuhan ini.

 

Mencermati motif di balik perilaku koruptor memberikan wawasan menarik tentang kompleksitas di balik tindakan korupsi. Namun, motif-motif ini beragam, semua tindakan korupsi berdampak buruk pada masyarakat. Korupsi menghancurkan kepercayaan publik, melemahkan institusi, dan memperlambat kemajuan bangsa.

 

Kerja sama antara masyarakat dan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi kunci dalam upaya memerangi korupsi. Melaporkan dugaan tindak korupsi melalui kanal pengaduan KPK dan meningkatkan wawasan tentang antikorupsi melalui situsweb ACLC KPK adalah beberapa langkah awal yang dapat diambil.

 

Tindakan kolektif ini adalah langkah kecil, tapi penting, untuk memastikan bahwa warisan korupsi tidak lagi diteruskan kepada generasi berikutnya.
Sumber : https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20240913-mengenali-tipe-tipe-koruptor-dari-sisi-psikologis?utm_source=igfb&utm_medium=ads&utm_campaign=soskam&fbclid=IwY2xjawGSSFZleHRuA2FlbQEwAGFkaWQAAAYEvSxxqQEdNCELaccbC73QnBFndBmjUTEQHy_klGBlm0AWuBY4Mi1UeP3SGmpnlJim_aem_1H7Kg-QrV6_ygMwGKfivRQ

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.