Oleh: cww_LawTech
Banyuwangi ; Pilkada Banyuwangi 2024 menjadi salah satu perhelatan politik daerah yang paling menarik perhatian publik. Hasil real count menunjukkan pasangan Ipuk Fiestiandani – Mujiono memperoleh 403.939 suara (52,13%), unggul atas pasangan H. Moh Ali Makki – Ali Ruchi, ST., yang meraih 370.864 suara (47,87%). Dengan selisih 33.075 suara (4,27%), muncul pertanyaan: apakah pasangan Ali Makki-Ali Ruchi masih dapat menggugat hasil Pilkada ini ke Mahkamah Konstitusi (MK)?
Dasar Hukum Gugatan Hasil Pilkada
Mengacu pada Pasal 157 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan penetapan hasil pemilihan. Namun, gugatan terhadap hasil Pilkada diatur dengan ambang batas ketat berdasarkan Pasal 158 ayat (1), yang menetapkan bahwa:
1. Untuk daerah dengan penduduk lebih dari 2 juta jiwa, ambang batas adalah 2% dari total suara sah.
2. Gugatan tetap dapat diajukan meskipun melampaui ambang batas jika dapat dibuktikan adanya pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).
Dengan total suara sah 774.803 suara, pasangan Ali Makki-Ali Ruchi menghadapi fakta bahwa selisih suara 4,27% sudah melampaui ambang batas yang diatur. Namun, Putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013 memberikan pengecualian penting: gugatan tetap dapat diajukan jika pemohon dapat membuktikan bahwa pelanggaran TSM memengaruhi hasil pemilu secara signifikan.
Tantangan dan Kompleksitas Gugatan
Jika pasangan Ali Makki-Ali Ruchi ingin melanjutkan gugatan ke MK, ada sejumlah tantangan hukum yang perlu dihadapi, yaitu:
1. Bukti Pelanggaran TSM
Pelanggaran TSM menjadi elemen krusial dalam gugatan dengan selisih suara di atas ambang batas. Namun, bukti pelanggaran ini harus memenuhi tiga kriteria:
Terstruktur: Pelanggaran melibatkan aparat penyelenggara pemilu atau pejabat negara yang memiliki kewenangan.
Sistematis: Direncanakan dengan matang dan melibatkan jaringan terorganisir.
Masif: Pelanggaran terjadi secara luas dan memengaruhi hasil akhir pemilu.
Dalam konteks Banyuwangi, pasangan Ali Makki-Ali Ruchi harus menunjukkan bahwa pelanggaran semacam ini benar-benar terjadi, misalnya melalui:
- Manipulasi daftar pemilih tetap (DPT).
- Mobilisasi ASN secara ilegal.
- Dugaan intimidasi atau manipulasi hasil di TPS tertentu.
2. Tingkat Kesulitan Pembuktian di MK
Pasal 76 ayat (3) Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 mengatur bahwa bukti pelanggaran TSM harus bersifat material dan langsung memengaruhi hasil pemilu. Tingkat kesulitan ini terlihat dalam kasus-kasus sebelumnya, seperti:
- Pilkada Kota Bandar Lampung (2020): MK memerintahkan pemungutan suara ulang karena terbukti ada pelanggaran TSM yang dilakukan oleh pasangan terpilih.
- Pilkada Kabupaten Dogiyai (2021): Meskipun selisih suara lebih dari 2%, pelanggaran TSM menyebabkan hasil pemilu dinyatakan tidak sah.
Namun, di kedua kasus tersebut, pemohon berhasil mengajukan bukti yang kuat berupa dokumen, saksi, dan rekaman. Dalam konteks Banyuwangi, pasangan Ali Makki-Ali Ruchi harus memastikan bahwa mereka memiliki bukti serupa yang cukup meyakinkan.
3. Daerah Rawan Pelanggaran
Analisis data menunjukkan bahwa tingkat partisipasi di beberapa wilayah Banyuwangi, seperti Wongsorejo (48,35%) dan Kalipuro (55,94%), berada di bawah rata-rata partisipasi (59,12%). Wilayah ini berpotensi menjadi fokus gugatan, terutama jika ditemukan pelanggaran administratif atau intimidasi yang memengaruhi partisipasi pemilih.
Yurisprudensi Kekinian dan Analisis Hukum
Dalam putusan terbaru, MK menegaskan bahwa pelanggaran TSM harus berdampak langsung terhadap legitimasi hasil pemilu. Hal ini diperkuat dalam Putusan MK Nomor 68/PHP.BUP-XIX/2024, yang menyatakan bahwa pelanggaran skala kecil atau tidak signifikan tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugat hasil pemilu. Artinya, pasangan Ali Makki-Ali Ruchi harus membuktikan bahwa pelanggaran di Banyuwangi tidak hanya terjadi, tetapi juga memengaruhi lebih dari 33.075 suara yang menjadi selisih dengan pasangan Ipuk Fiestiandani – Mujiono.
Kesimpulan: Peluang yang Tipis, Namun Tetap Terbuka
Meskipun gugatan pasangan Ali Makki-Ali Ruchi masih mungkin diajukan ke MK, tingkat kesulitannya sangat tinggi. Mereka tidak hanya harus menghadapi ambang batas selisih suara, tetapi juga membuktikan pelanggaran TSM yang masif dan memengaruhi hasil akhir. Dengan demikian, gugatan ini membutuhkan strategi hukum yang solid, bukti yang kuat, dan kemampuan untuk meyakinkan majelis hakim MK bahwa legitimasi Pilkada Banyuwangi telah tercemar secara serius.
Tantangan pelik ini membuat peluang gugatan mereka tipis, kecuali jika pelanggaran signifikan dapat dibuktikan dengan jelas. Di sisi lain, ini menjadi ujian bagi sistem pemilu dan keadilan di Indonesia, yang harus memastikan bahwa setiap pasangan calon memiliki kesempatan yang adil untuk menyuarakan keberatan mereka.