
Catatan Spiritual Seorang Kontraktor di Tanah Suci
Oleh: Purnomo, S.Sos., M.Si.
Kontributor FORJASIB & Pengusaha Jasa Konstruksi
Makkah, 17 April 2025 — Hari itu, panas Makkah menguar di balik langit biru yang tanpa awan. Namun panas itu tidak menyengat, melainkan memeluk dengan hangat, seakan menjadi bagian dari ibadah yang sedang saya jalani.
Saya berada di pelataran Masjidil Haram, dalam perjalanan umroh yang telah lama saya rindukan. Sudah dua hari saya berada di Kota Suci ini, mengisi waktu dengan thowaf, doa, dan renungan. Tapi hari itu berbeda. Ada satu niat sederhana yang membuncah dalam hati: mencium Hajar Aswad.
Saya tahu, itu bukan bagian dari rukun umrah. Tapi siapa yang tidak menyimpan harapan menyentuh batu dari surga, jejak Nabi Ibrahim dan Rasulullah? Harapan itu tumbuh bersama dzikir, memeluk haru di tengah hamparan marmer putih yang dingin, di antara ribuan jamaah dari berbagai penjuru dunia.
Langkah Demi Langkah, di Tengah Desakan Umat
Waktu menunjukkan hampir pukul 11 siang. Saya sudah bersiap di dalam Masjidil Haram, memilih duduk dekat Ka’bah. Menyatu dengan getaran spiritual yang tak mampu ditulis sempurna dalam kata. Suasana relatif sepi. Di saat-saat seperti ini, langit terasa lebih dekat.
Azan Dzuhur berkumandang, mengalun dalam langit Masjidil Haram yang sakral. Saya berada di saf ketiga, tepat di bawah talang emas Ka’bah. Setelah sholat dzuhur dan jenazah, saya meneguhkan niat mendekat ke Hajar Aswad. Langkah demi langkah saya lalui, bukan hanya dengan kaki, tapi dengan harapan.
Bertemu Realitas, Bertemu Harapan
Berdesak-desakan menjadi ujian pertama. Di tengah upaya itu, seseorang menawari jasa “joki Hajar Aswad” dengan tarif 100 riyal. Sejenak saya terpaku, dunia spiritual dan realitas ekonomi bertubrukan di halaman suci ini. Saya menolak. Bukan karena harga, tapi karena saya ingin mencium Hajar Aswad tanpa transaksi. Biarlah usaha saya ini menjadi bagian dari doa, bukan jual beli di pelataran Ka’bah.
Saya tetap berjuang. Beberapa kali sudah begitu dekat. Bahkan tangan saya nyaris menyentuh. Tapi dorongan dari kanan kiri membuat saya mundur. Seorang lagi menawarkan bantuan, “Seikhlasnya saja.” Saya tetap memilih jalan sendiri. Karena saya percaya: “Yang terbaik adalah yang Allah pilihkan.”
Refleksi Seorang Kontraktor
Sebagai seorang pengusaha konstruksi, saya terbiasa merancang fondasi, membangun dinding, menyusun rencana. Tapi di hadapan Ka’bah, semua rencana tunduk pada kehendak langit.
Saya merenung: Membangun masjid bisa dengan uang, tapi menyentuh Hajar Aswad butuh izin langit. Itulah kenapa spiritualitas adalah dimensi paling tinggi dalam hidup manusia. Ketika kita bersujud di Masjidil Haram, kita bukanlah pengusaha, pejabat, atau teknokrat—kita hanyalah hamba yang mencari ridha-Nya.
Saya mengingat firman Allah dalam QS. Al-Hajj ayat 32:
“Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu berasal dari ketakwaan hati.”
Pesan untuk Sahabat Konstruksi
Kepada rekan-rekan di FORJASIB dan seluruh pelaku jasa konstruksi, saya ingin menyampaikan: di balik kerja keras kita membangun gedung dan jalan, jangan lupakan pembangunan jiwa. Dunia konstruksi mengajarkan ketepatan, keteguhan, dan keberanian. Tapi spiritualitas mengajarkan keikhlasan, kesabaran, dan tawakal.
Bekerjalah sebaik mungkin, tapi sisakan ruang dalam hatimu untuk tunduk kepada-Nya. Karena proyek terbesar bukanlah gedung pencakar langit, melainkan menyusun amal untuk akhirat.
Penutup: Hajar Aswad dan Cermin Diri
Saya tidak berhasil mencium Hajar Aswad hari itu. Tapi saya yakin, Allah menilai usaha, bukan hasil. Kalaupun tak sampai ke batu hitam itu, saya sudah sampai pada satu titik pemahaman: bahwa berjuang tanpa menyakiti, berharap tanpa memaksa, dan berserah tanpa menyerah, adalah bentuk ibadah yang tak kalah agung.
Makkah mengajarkan bahwa hidup adalah perjalanan menuju rida Allah. Bagi saya, mencium Hajar Aswad bukanlah tujuan akhir, melainkan bagian dari proses taqarrub ilallah—mendekatkan diri kepada Tuhan.
Semoga rekan-rekan kontraktor di seluruh tanah air bisa menapaki jejak ini. Karena di balik semen dan bata, ada ruh dan niat. Dan semoga kita semua diberi kesempatan mencium Hajar Aswad, dalam arti harfiah maupun makna terdalamnya.
“Barangsiapa berjalan menuju Allah, maka Allah akan berlari menyambutnya.”
(Hadis Qudsi)
FORJASIB | Majalah Komunitas Jasa Konstruksi Banyuwangi
Edisi Spesial Syawal | Penulis: Purnomo, S.Sos., M.Si.
Pengusaha Jasa Konstruksi & Kontributor FORJASIB