0 3 min 6 hari

 

 

E-Purchasing Tak Bisa Ditunda: Banyuwangi Harus Bergerak Sekarang

Oleh: CWW – Founder FORJASIB

Banyuwangi, 28 Mei 2025 — Surat Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor BK 0801-Mn/326, yang diterbitkan 27 Mei 2025, adalah sinyal tegas dari pusat bahwa digitalisasi pengadaan barang/jasa tidak lagi bersifat imbauan moral. Ini adalah mandat formal, hukum, dan sekaligus pengukur komitmen integritas setiap penyelenggara pengadaan, baik di kementerian maupun di daerah—termasuk Banyuwangi.

Pentingnya E-Purchasing: Bukan Gaya Hidup, Tapi Kewajiban

Banyak pemerintah daerah—dan Banyuwangi bukan pengecualian—selama ini masih memperlakukan e-purchasing seperti pilihan gaya hidup. Kadang digunakan, kadang tidak. Namun Perpres 46 Tahun 2025, yang kini dikuatkan oleh edaran teknis dari Menteri PUPR, telah mengubah semua itu. E-purchasing adalah standar utama. Titik.

“Salah satu akar persoalan adalah tidak adanya etalase informasi pengadaan yang real-time. Ini menghilangkan kesempatan penyedia lokal bersiap dan bersaing secara sehat. Kalau pengumuman saja tidak muncul, lalu siapa yang bisa mengakses peluang?” — CWW, FORJASIB

Kepada Pemkab Banyuwangi: Saatnya Membenahi Tata Kelola Pengadaan

FORJASIB menyoroti bahwa LPSE Banyuwangi tertinggal jauh dari semangat reformasi digital. Minimnya update informasi katalog elektronik dan belum maksimalnya keterlibatan penyedia lokal adalah dua dari banyak tanda kegagalan dalam menjalankan semangat Perpres 46 Tahun 2025.

Apa yang Perlu Dilakukan Pemkab Banyuwangi?

  • Aktifkan LPSE sebagai etalase publikasi real-time sesuai amanat regulasi nasional.
  • Bangun tim teknis e-purchasing daerah dengan personel bersertifikat dan profesional.
  • Lakukan audit internal atas pengadaan yang belum menggunakan katalog elektronik.
  • Pastikan sertifikasi seluruh PPK dan Pokja Pemilihan untuk mendukung integritas proses pengadaan.
  • Migrasi katalog lokal ke sistem Katalog Elektronik v6 segera.

Mengapa Ini Mendesak?

Edaran Menteri PUPR mewajibkan bahwa pengadaan di atas Rp200 juta hanya dapat dilakukan oleh PPK tersertifikasi. Tanpa sistem elektronik dan tanpa dokumentasi keputusan yang kuat, pengadaan bisa dianggap cacat hukum, membuka ruang bagi pengawasan, bahkan sanksi.

Penutup: Ini Soal Masa Depan, Bukan Sekadar Prosedur

E-purchasing bukan hanya instrumen efisiensi. Ia adalah alat keadilan dan akselerasi pelibatan UMKM. Pemerintah daerah, termasuk Banyuwangi, harus bergerak—tidak hanya menyesuaikan sistem, tapi membenahi paradigma birokrasi pengadaan secara keseluruhan.

Salam Integritas dan Transformasi,
CWW – Founder FORJASIB