0 5 min 5 hari

Jalan Raya dan Masa Depan Infrastruktur: Belajar dari Laporan Konstruksi Jalan Jerman 2024

Oleh: Redaksi FORJASIB
Banyuwangi, 2025

Dalam dunia konstruksi global, laporan Branchenreport Straßenbau 2024 yang dirilis oleh Hauptverband der Deutschen Bauindustrie e.V. menyajikan cerminan tajam tentang realitas industri jalan raya di Jerman. Laporan ini tidak hanya penting bagi Eropa, tetapi juga memberikan refleksi mendalam bagi daerah seperti Kabupaten Banyuwangi yang sedang menggenjot pembangunan infrastruktur.

1. Dinamika Industri Jalan di Jerman: Antara Volume dan Tantangan Sumber Daya

Pada tahun 2023, tercatat 2.930 perusahaan di sektor jalan di Jerman dengan total 94.620 pekerja dan omzet 18,8 miliar Euro. Meskipun secara nominal mengalami kenaikan 4,2% dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara riil (dengan memperhitungkan inflasi harga konstruksi), terjadi penurunan hingga 5,8%. Realitas ini mirip dengan tantangan di Banyuwangi, di mana kenaikan nilai proyek sering kali tidak linear dengan kapasitas kerja dan daya serap pelaku lokal.

Lebih dari 65% perusahaan jalan di Jerman tergolong usaha kecil (1–19 pekerja), namun hanya menyumbang 10% dari total omzet. Sebaliknya, perusahaan besar (200 pekerja ke atas) yang jumlahnya hanya 2,7%, mampu menghasilkan 32% omzet. Fenomena ini seharusnya membuka diskusi publik tentang struktur usaha konstruksi di Indonesia, terutama di level daerah.

2. Tantangan Regenerasi Tenaga Kerja: Sinyal Bahaya untuk Indonesia?

Dengan 27% pekerja jalan di Jerman berusia di atas 55 tahun, sektor ini sedang menghadapi krisis regenerasi. Dari 1.850 peserta pelatihan baru tahun 2022, 25% gagal menyelesaikan pelatihan. Bahkan, 19% peserta pelatihan tahun ketiga mengundurkan diri sebelum lulus. Ini menjadi cerminan bahwa pembinaan SDM di sektor konstruksi bukan masalah teknis semata, tetapi krusial bagi keberlanjutan pembangunan nasional.

Di Banyuwangi, pelatihan vokasi di sektor infrastruktur dan keterlibatan SMK teknik masih kurang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan. Jika tidak segera dibenahi, krisis tenaga kerja di sektor konstruksi lokal tinggal menunggu waktu.

3. Harga Material Meningkat, Tantangan Pengadaan Bertambah

Harga material utama seperti aspal, bitumen, dan campuran beton mengalami lonjakan besar sejak 2022. Bitumen, sebagai bahan utama jalan, mengalami volatilitas ekstrem akibat krisis energi. Di Indonesia, dan secara khusus di Banyuwangi, tren serupa mulai terasa. Kenaikan harga campuran aspal serta biaya logistik membuat banyak proyek terkendala pada tahap awal.

Menurut laporan Statistik Jerman, pada Februari 2024, harga konstruksi jalan naik lebih cepat dibanding sektor konstruksi lainnya. Ini patut menjadi sinyal bagi pengelola APBD bahwa penyesuaian Harga Perkiraan Sendiri (HPS) harus responsif terhadap kondisi pasar.

4. Kualitas Jalan: Tidak Cukup dengan Panjang dan Luas

Di Jerman, penilaian kondisi jalan dilakukan secara berkala dengan teknologi sensor, menilai aspek kegunaan dan substansi. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya 13% jalan tol dan 7% jalan negara dalam kondisi “sangat baik”, sisanya masuk kategori “cukup” dan bahkan 13% membutuhkan perhatian khusus.

Di Indonesia, pemeliharaan jalan kerap menjadi proyek tambal sulam tahunan yang tidak menyelesaikan akar persoalan. Model evaluasi Jerman bisa menjadi acuan: sistematis, berbasis data, dan bersiklus.

5. Mengapa Banyuwangi Perlu Menoleh ke Jerman?

Banyuwangi punya lebih dari 7.000 km jalan kabupaten dan desa, tapi belum memiliki sistem evaluasi kondisi jalan berbasis teknologi sensor seperti ZEB (Zustandserfassung und -bewertung) milik Jerman. Selain itu, belum ada kolaborasi konkret antara perguruan tinggi teknik sipil dengan Dinas PU untuk menghasilkan peta jalan kualitas infrastruktur.

Jika pemerintah daerah serius mendorong pembangunan berkualitas dan berkelanjutan, maka pendekatan sains data, pemodelan jalan berbasis kondisi riil, dan peningkatan produktivitas SDM menjadi keniscayaan.

6. Rekomendasi Strategis untuk Banyuwangi dan Indonesia

🔹 Digitalisasi Sistem Pemeliharaan Jalan
Adopsi sistem pemantauan kondisi jalan berbasis sensor seperti di Jerman.

🔹 Revitalisasi Pelatihan SDM Konstruksi Lokal
Melibatkan SMK, kampus teknik, dan BLK dalam kontrak konstruksi pemerintah sebagai syarat TKDN SDM.

🔹 Kebijakan HPS Responsif
Terapkan indeks harga dinamis dan pembaruan harga material setiap triwulan.

🔹 Bentuk Forum Evaluasi Kinerja Infrastruktur
Melibatkan masyarakat, asosiasi jasa konstruksi, dan inspektorat daerah untuk mengevaluasi proyek pasca-konstruksi.

🔹 Buka Data Infrastruktur secara Real-time
LPSE dan SIRUP harus membuka data proyek dan realisasi kontrak sebagai bentuk keterbukaan dan pengawasan publik.

Penutup: Infrastruktur Modern Butuh Ekosistem Modern

Pembangunan jalan bukan hanya soal beton dan aspal, tetapi juga soal nilai, tata kelola, dan keberlanjutan. Laporan industri jalan Jerman menjadi pelajaran penting bahwa ukuran kemajuan bukan hanya panjangnya jalan, tapi juga kualitas, ketahanan, efisiensi biaya, dan peran manusianya.

Sudah saatnya Banyuwangi menjadikan sektor konstruksi sebagai ruang pembelajaran dan penguatan ekosistem, bukan hanya proyek dan tender.

📎 Referensi:

Branchenreport Straßenbau 2024 – Hauptverband der Deutschen Bauindustrie

BMVI – Zustand Netzqualität Fahrbahnen

ELVIRA Statistikdatenbank

📌 Grafik Terlampir:

1. Tren Jumlah Perusahaan Konstruksi Jalan 1995–2023

2. Indeks Harga Material Konstruksi 2021–2024

3. Komposisi SDM Berdasarkan Usia

4. Distribusi Kualitas Jalan Berdasarkan Penilaian ZEB

✍️ Redaksi FORJASIB
Kritis, Objektif, dan Berdedikasi untuk Masa Depan Jasa Konstruksi Banyuwangi