0 3 min 2 hari

 

 

 

Oleh: Budi Kurniawan Sumarsono Amd. ST. SH.
Founder Media FORJASIB dan Praktisi Hukum Pengadaan

Dalam suasana Idul Adha yang penuh hikmah, di mana umat Islam meneladani ketaatan Nabi Ibrahim dan pengorbanan Ismail, kita diajak merenung lebih dalam: Apakah kita sebagai bangsa sudah benar-benar menunaikan amanah pengorbanan itu dalam tata kelola publik, khususnya dalam dunia pengadaan barang/jasa?

Banyuwangi tahun 2024 menyisakan tiga luka etis dalam pembangunan. Tiga proyek besar yang gagal tuntas: Masjid Babussalam Pemkab, Puskesmas Sumberagung, dan Puskesmas Pesanggaran—semuanya hasil dari tender murni, dimenangkan oleh penawar harga terendah. Namun, harga murah itu ternyata membawa mahar mahal: kepercayaan publik yang robek, fasilitas umum yang tak selesai, dan rasa keadilan yang tercabik.

“Barang siapa yang memiliki kelapangan rezeki namun tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.”
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Pengadaan yang Gagal, Etika yang Tertinggal

Dalam UU No. 2 Tahun 2017 Pasal 74 ditegaskan: “Pemerintah daerah wajib mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya jasa konstruksi lokal.” Maka ketika rumah ibadah dibangun oleh penyedia luar daerah tanpa pelibatan lokal yang transparan, ruh dari undang-undang tersebut kehilangan makna. Sama halnya ketika proyek kesehatan mangkrak, padahal itu hak dasar rakyat.

Fakta Lebih Kelam: Pengadaan Fiktif

Luka etika pengadaan tahun 2024 tidak hanya berhenti pada proyek gagal. Telah berproses di pengadilan kasus pengadaan fiktif makan dan minum dengan anggaran negara. Ini bukan lagi persoalan teknis, tapi kejahatan terhadap kemanusiaan administratif.

Apakah para pelaku, baik PA, KPA, PPK, maupun badan usaha yang terlibat sudah dimasukkan dalam daftar hitam?

Pasal 78 ayat (3) Perpres 16 Tahun 2018:
“Penyedia dimasukkan dalam Daftar Hitam apabila berdasarkan putusan pengadilan terbukti melakukan pelanggaran hukum dalam pelaksanaan kontrak.”

Jelas bahwa putusan hukum bukan hanya akhir dari proses peradilan, tapi awal dari pemulihan moral publik. Maka adalah wajib hukumnya bagi pejabat pengadaan untuk mengusulkan daftar hitam sesuai regulasi.

Idul Adha: Momentum Tafakur Pengadaan

Sama seperti qurban, pengadaan adalah janji. Sebagaimana Allah menerima qurban bukan karena dagingnya tapi karena takwanya (QS. Al-Hajj: 37), maka publik menerima hasil pembangunan bukan karena nilainya tapi karena keadilannya.

“Kontrak itu adalah akad etika. Maka pelanggarannya bukan sekadar kegagalan proyek, tetapi kegagalan amanah, dan itu tak bisa ditebus hanya dengan serah terima formalitas.”

Seruan untuk Bupati Banyuwangi dan SKPD

Momentum ini harus menjadi perenungan bersama. Sudahi pengadaan berbasis pengguguran, mulai pengadaan berbasis pembinaan. Sudahi tender yang hanya mencari harga termurah, mulai tender yang melibatkan nurani.

FORJASIB menyerukan:

  • Blacklist wajib bagi seluruh pihak yang berperkara dalam proyek gagal dan pengadaan fiktif.
  • Audit ulang oleh APIP atas proyek-proyek tahun anggaran berjalan.
  • SE Bupati tentang afirmasi dan perlindungan penyedia lokal dalam pengadaan strategis.

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses