Opini — CWW | FORJASIB
Di era digital, dugaan pelanggaran Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) kerap langsung dilempar ke media sosial. Artikel ini menjelaskan risiko hukum yang mengintai pelapor: dari KUHP, UU ITE, hingga efek kriminalisasi kritik—serta menegaskan peran APIP menurut Perpres 46/2025.

1. Dumas PBJ Langsung ke APH Tanpa APIP: Risiko Serius
Perpres 46 Tahun 2025 memerintahkan agar dugaan penyimpangan PBJ wajib disaring oleh APIP terlebih dahulu. Tujuannya: memisahkan persoalan administratif dari tindak pidana.
Jika pelapor melewati APIP dan langsung ke APH, laporan sering ditunda, dikembalikan, atau diteruskan ke APIP untuk verifikasi. Bila hasil verifikasi menyatakan laporan tidak terbukti dan/atau palsu, pelapor bisa menjadi subjek penyidikan—termasuk kemungkinan dijerat Pasal 317 KUHP (pengaduan fitnah) dan Pasal 220 KUHP (laporan palsu).
2. Dumas PBJ Lewat Media Sosial: Ancaman Pidana Berlapis
Menuduh PBJ bermasalah melalui Facebook, TikTok, WhatsApp, atau portal online membawa tiga lapisan risiko hukum yang harus dipahami:
| Lapisan | Dasar Hukum | Risiko |
|---|---|---|
| KUHP | Pasal 317 & Pasal 220 | Fitnah → 4 tahun / Laporan palsu → 1 tahun 4 bulan |
| UU ITE | Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 tentang ITE | Pencemaran nama baik melalui media elektronik → sampai 6 tahun penjara + denda (ketentuan sanksi ITE) |
| Risiko Kriminalisasi Kritik | Praktik penegakan yang disalahgunakan oleh pihak berpengaruh | Pelapor yang tidak mampu membuktikan tuduhannya dapat justru menjadi tersangka |
UU ITE memberi bobot hukum lebih berat pada ujaran yang disebarluaskan lewat sistem elektronik karena potensi kerusakan reputasi yang cepat dan luas. Oleh karena itu, menyebar tuduhan PBJ tanpa bukti kuat bukan sekadar keliru—ia bisa berujung pada konsekuensi pidana berlapis.
3. Dumas Melalui Media Legal Terverifikasi Dewan Pers
Media yang terdaftar dan beroperasi sesuai UU Pers (UU No.40/1999) memiliki kewajiban verifikasi, hak jawab, dan perlindungan jurnalistik. Namun, perlindungan itu tidak otomatis melindungi pelapor Dumas.
Jika pelapor menyerahkan informasi palsu kepada wartawan—atau menjadikan media sebagai alat untuk menyerang—ia tetap dapat dijerat pidana berdasarkan:
- Pasal 317 KUHP — bila terbukti ada unsur menyerang kehormatan;
- Pasal 310 & 311 KUHP — bila pemberitaan mencemarkan nama baik;
- Ketentuan UU Pers (hak jawab, praduga tak bersalah, verifikasi) tetap harus dijalankan oleh media.
Singkatnya: media profesional berperan sebagai pengecek, bukan sebagai perisai mutlak bagi pelapor yang memberi data palsu.
│
▼
WAJIB ke APIP (Filter Administratif)
Pasal 77 Perpres 46/2025
│
┌───── Bukti faktual & autentik? ─────┐
│ │
YES NO
│ │
APIP verifikasi → Jika indikasi pidana → APH
│ │
Jika terbukti palsu / menyerang kehormatan:
Pasal 317 KUHP → Fitnah (4 tahun)
Pasal 220 KUHP → Laporan Palsu (1 th 4 bln)
UU ITE → Pencemaran Online (sampai 6 th + denda)
Penutup — Mengawasi Boleh, Memfitnah Tidak
Pengawasan PBJ adalah hak publik. Namun hak itu harus dijalankan bertanggung jawab: lapor dengan bukti, gunakan mekanisme APIP, dan waspadai dampak bila memilih menyebar tuduhan lewat media sosial.
Prinsip sederhana: Anda bebas melapor, tetapi tidak bebas memfitnah. Bila tuduhan palsu, hukum bisa kembali pada Anda.
