0 5 min 4 hari

Oleh: CWW

Pengadaan sebagai Pilar Pembangunan

Pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) bukan sekadar proses administratif, melainkan instrumen strategis dalam mewujudkan tujuan negara. Dalam konteks ini, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 hadir sebagai tonggak penting yang mereformasi tata kelola PBJP, menggantikan Perpres 12 Tahun 2021.

Perpres ini tidak hanya membawa perubahan teknis, tetapi juga menandai pergeseran paradigma menuju pengadaan yang lebih transparan, efisien, dan berorientasi pada hasil. Dalam artikel ini, kita akan mengupas perubahan signifikan yang dibawa oleh Perpres 46/2025, serta implikasinya terhadap sektor jasa konstruksi, dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Perbandingan Perpres 12/2021 dan Perpres 46/2025

Aspek Perpres 12/2021 Perpres 46/2025 Ulasan Perubahan Analisis Dampak
Definisi Pengadaan Fokus pada proses pemenuhan kebutuhan pemerintah Ditambah orientasi pada pemanfaatan teknologi, efisiensi, dan keberlanjutan Menguatkan dimensi value for money Mendorong inovasi, tapi pelaku tradisional bisa tertinggal
Ruang Lingkup Umum: Barang, Jasa, Konstruksi, Konsultansi Diperluas dengan “Jasa Lainnya” yang lebih fleksibel Adaptif terhadap jenis jasa digital dan teknologi Memberi ruang bagi start-up dan solusi TI
Pemilihan Penyedia Dominan tender dan non-tender Ditekankan penggunaan e-marketplace dan katalog elektronik sektoral Dorong digitalisasi dan transparansi Pelaku lokal perlu adaptasi sistem baru
Kontrak Payung Digunakan terbatas pada katalog LKPP Diperluas untuk sektor strategis & belanja berulang Memudahkan PBJ yang bersifat dinamis Risiko dominasi penyedia besar
Penyederhanaan Prosedur Belum maksimal, masih birokratis Fokus pada efisiensi proses, batasan waktu ketat Pendekatan agile dalam PBJ Percepat realisasi belanja negara
Peran Pelaku Usaha Kecil Ada afirmasi 25%-40% Masih afirmatif, tapi dibuka kompetisi terbuka melalui platform digital Perlu penguatan daya saing UMK harus naik kelas dengan dukungan capacity building
Penggunaan Teknologi Terbatas pada LPSE dan katalog umum Wajib sistem elektronik end-to-end, integrasi dengan SIPD dan SAKTI PBJ lebih terhubung dengan sistem keuangan nasional Risiko eksklusi digital di daerah 3T
Evaluasi dan Sanksi Evaluasi teknis dan harga standar Tambahan evaluasi berbasis kinerja dan rekam jejak digital Transparansi dan akuntabilitas naik Peluang blacklist lebih tinggi jika penyedia gagal adaptasi
Kontrak Berbasis Kinerja Belum jadi standar Didorong sebagai pendekatan utama Penekanan pada output dan outcome Kontraktor harus ubah orientasi kerja
Kepatuhan Lingkungan & Sosial Belum eksplisit Dimandatkan untuk proyek tertentu Integrasi ESG (Environment, Social, Governance) Menambah kompleksitas PBJ, tapi dorong pembangunan berkelanjutan

Filosofi dan Asas Hukum dalam Pengadaan Barang/Jasa

Perubahan yang dibawa oleh Perpres 46/2025 sejalan dengan asas-asas hukum pengadaan barang/jasa, antara lain:

  1. Efisiensi dan Efektivitas: Penggunaan teknologi dan digitalisasi proses pengadaan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan anggaran negara.
  2. Transparansi dan Akuntabilitas: Integrasi sistem elektronik end-to-end memungkinkan pelacakan proses pengadaan secara transparan, meningkatkan akuntabilitas penyelenggara pengadaan.
  3. Persaingan Sehat: Dengan membuka akses melalui e-marketplace dan katalog elektronik, peluang bagi pelaku usaha, termasuk UMK, untuk berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah semakin terbuka, mendorong persaingan yang sehat.
  4. Keadilan dan Non-Diskriminasi: Perpres ini menekankan pentingnya memberikan kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha, tanpa diskriminasi, dalam proses pengadaan.
  5. Nilai untuk Uang (Value for Money): Fokus pada hasil dan manfaat dari pengadaan, bukan sekadar proses, memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan nilai maksimal bagi masyarakat.

Implikasi terhadap Sektor Jasa Konstruksi

Sektor jasa konstruksi merupakan salah satu sektor strategis yang sangat dipengaruhi oleh perubahan regulasi pengadaan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengatur penyelenggaraan jasa konstruksi dengan prinsip-prinsip:

  • Kejujuran dan Keadilan: Menjamin bahwa semua pelaku usaha mendapatkan perlakuan yang adil dalam proses pengadaan.
  • Manfaat dan Keseimbangan: Menekankan pentingnya hasil konstruksi yang bermanfaat bagi masyarakat dan seimbang dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
  • Profesionalitas dan Kemandirian: Mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas dan kemandirian dalam menjalankan usaha jasa konstruksi.

Dengan diterapkannya Perpres 46/2025, pelaku usaha jasa konstruksi dihadapkan pada tantangan untuk beradaptasi dengan sistem pengadaan yang lebih digital dan berbasis kinerja. Hal ini menuntut peningkatan kapasitas teknis dan manajerial, serta pemahaman yang lebih mendalam terhadap regulasi yang berlaku.

Rekomendasi Strategis

  1. Peningkatan Kapasitas Pelaku Usaha: Pemerintah perlu menyediakan program pelatihan dan pendampingan bagi pelaku usaha, terutama UMK, untuk meningkatkan kemampuan dalam mengikuti proses pengadaan berbasis digital.
  2. Penguatan Sistem dan Infrastruktur Digital: Pemerintah daerah harus menjamin kesiapan infrastruktur jaringan agar tidak terjadi eksklusi digital di wilayah terpencil.
  3. Sosialisasi Intensif: Lembaga pengadaan, asosiasi profesi, dan instansi teknis harus bersinergi dalam menyosialisasikan ketentuan baru Perpres ini.

Perpres 46/2025 bukan hanya regulasi, tapi refleksi dari nilai-nilai hukum dan keadilan dalam pembangunan. Ia menuntut perubahan paradigma dari sekadar pelaksana proyek menjadi pengelola manfaat publik. Dengan pemahaman yang benar dan implementasi yang cermat, kita dapat menjadikan PBJ sebagai instrumen strategis dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, efisien, dan berdaya saing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses