
FORJASIB | EDISI KHUSUS
Membangun Generasi Kerja Masa Depan: Gen Z, Jasa Konstruksi, dan Tantangan Ekonomi Gotong Royong
FORJASIB – Media Komunitas Jasa Konstruksi Indonesia
Bab I: Dunia Kerja Telah Berubah, Siapkah Kita Menyesuaikan Diri?
Kultur kerja di Indonesia sedang bergeser. Pandemi telah mempercepat transformasi digital, dan generasi baru—Gen Z—datang dengan pola pikir yang berbeda. Bagi pelaku usaha jasa konstruksi, terutama di daerah seperti Banyuwangi yang sedang membangun infrastruktur berbasis ketahanan pangan dan konektivitas desa-kota, tantangan ini nyata: bagaimana menyeimbangkan kebutuhan produktivitas dan efisiensi dengan harapan generasi muda yang menuntut relevansi dan makna dari pekerjaan?
Sebuah artikel Forbes menyebutkan bahwa generasi Gen Z—yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012—menolak sistem evaluasi kinerja tahunan yang kaku. Mereka lebih memilih sistem check-in mingguan, feedback real-time, dan pengembangan skill yang terintegrasi dengan nilai-nilai pribadi.
Mereka adalah digital native. Bagi mereka, waktu adalah aset dan feedback harus instan. Gen Z bukanlah pekerja pabrik dalam sistem Taylorisme klasik. Mereka adalah warga dunia digital yang mendambakan sistem kerja yang manusiawi, kolaboratif, dan bermakna.
Bab II: Ekonomi Gotong Royong, Efisiensi, dan Tantangan Dunia Konstruksi
Di tengah tekanan anggaran negara yang ketat, pemerintah mendorong efisiensi di segala lini, termasuk sektor konstruksi. Proyek strategis nasional di bidang ketahanan pangan, seperti irigasi, jalan tani, dan embung desa, menjadi prioritas. Namun, efisiensi anggaran bukan berarti mengorbankan kualitas manusia di balik pekerjaan tersebut.
Bagi pelaku jasa konstruksi yang tergabung dalam FORJASIB, tantangannya bukan hanya bagaimana memenangkan tender, tetapi juga bagaimana membangun ekosistem kerja yang berkelanjutan. Mengelola SDM Gen Z yang mulai mendominasi bursa tenaga kerja bukan lagi pilihan, tapi keniscayaan.
Sebagaimana dikatakan oleh Tracy Lawrence, konsultan manajemen dunia, “Bagi Gen Z, pengembangan profesional bukan hanya soal karier, tapi bagian dari pertumbuhan pribadi.” Maka, perusahaan konstruksi harus mulai meninggalkan paradigma kerja yang otoriter dan mulai mengadopsi pendekatan kepemimpinan partisipatif dan berbasis nilai.
Bab III: Mengapa Sistem Evaluasi Tahunan Gagal di Era Digital?
Kita harus jujur: evaluasi kinerja tahunan bukan lagi cara efektif untuk mengelola tim yang dinamis dan adaptif. Dalam proyek-proyek jasa konstruksi, perencanaan bisa berubah sewaktu-waktu, dan eksekusi lapangan membutuhkan kecepatan respons. Jika feedback baru diberikan setelah satu tahun, itu bukan hanya tidak efektif, tapi juga merugikan.
Menurut Lawrence, Gen Z terbiasa dengan notifikasi instan, balasan cepat, dan metrik real-time. Menunggu satu tahun untuk mendapatkan penilaian adalah seperti menunggu bus yang tidak pernah datang. Feedback harus terjadi secara real-time, bukan hanya sebagai bentuk evaluasi, tetapi juga sebagai sarana pembinaan.
Hal ini berlaku pula dalam pengelolaan subkontraktor, mandor, bahkan teknisi lapangan. Ketika seluruh tim memiliki pemahaman bersama tentang tujuan, nilai, dan standar mutu, maka proses kerja akan lebih agile, efisien, dan produktif.
Bab IV: Integrasi Teknologi dalam Ekosistem PBJ dan Pengembangan SDM
Penerapan E-Catalog, SIPD, hingga SIRUP telah mendorong pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi lebih transparan dan akuntabel. Namun, sisi manusianya tidak boleh ditinggalkan.
Pelatihan vokasi, pembinaan pelaku usaha mikro, dan mentoring bagi teknisi muda menjadi kunci untuk memastikan bahwa ekosistem konstruksi lokal tetap hidup dan tumbuh. Generasi muda harus diberi ruang untuk berinovasi, bukan hanya bekerja sebagai “tukang” atau “kuli proyek”.
Gen Z tidak akan puas dengan gaji bulanan jika tidak ada jalur karier yang jelas, apresiasi kerja, dan peluang pengembangan diri. Sistem reward berbasis outcome harus mulai diterapkan.
Bab V: Belajar dari Dunia Internasional – Kontrak dan Etika
Dalam dunia kontrak pengadaan jasa konstruksi internasional seperti model FIDIC dan NEC, pendekatan berbasis kolaborasi (partnering contract) mulai menggantikan pendekatan konfrontatif. Ini berarti semua pihak—pengguna jasa, penyedia jasa, konsultan pengawas—duduk bersama, bukan saling mencari kesalahan.
Pasal 77 dalam Perpres 46 Tahun 2025 juga menegaskan bahwa pengaduan masyarakat terhadap penyimpangan PBJ harus diselesaikan terlebih dahulu secara administratif. Ini sejalan dengan prinsip restorative justice dan pendekatan pembinaan.
Dengan kata lain, evaluasi performa bukan lagi sekadar sanksi, tapi ruang untuk pembelajaran bersama.
Bab VI: Saran Strategis untuk Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Dunia Konstruksi Lokal
- Reformasi Manajemen Kinerja
- Terapkan sistem weekly check-in dan mentoring.
- Gunakan aplikasi manajemen proyek yang mendukung transparansi progres kerja.
- Integrasi Program Pelatihan Vokasi dengan Proyek Strategis Daerah
- Setiap proyek fisik harus menyertakan pelatihan kerja bagi pemuda desa.
- Perluasan Skema Insentif Non-Materiil
- Sertifikasi, pelatihan bersertifikat, dan jenjang karier harus diperkenalkan sejak awal.
- Membangun Budaya Kolaboratif di Lapangan
- Tinggalkan budaya senioritas yang menindas. Ganti dengan budaya pembinaan dan kepemimpinan yang melayani.
- Pemanfaatan APIP untuk Pembinaan, Bukan Sekadar Pengawasan
- Inspektorat harus menjadi bagian dari tim penguatan kelembagaan, bukan hanya auditor.
Menuju Era Konstruksi Berbasis Karakter dan Nilai
Revolusi budaya kerja di dunia konstruksi bukan lagi wacana. Ia sedang terjadi. Mereka yang bertahan bukan yang paling kuat, tetapi yang paling adaptif. Gen Z datang bukan untuk menggantikan generasi sebelumnya, tapi untuk melanjutkan estafet pembangunan dengan cara yang lebih manusiawi, inklusif, dan progresif.
Jika kita ingin melihat proyek pembangunan tidak hanya sebagai beton dan aspal, tapi juga sebagai ruang pembelajaran sosial, maka manusia di balik pembangunan harus menjadi perhatian utama.
Maka, mulai hari ini, mari kita ciptakan ekosistem kerja yang sehat:
- Proyek yang efisien,
- Pekerja yang bahagia,
- Dan masyarakat yang bangga.
Ditulis oleh CWW – Founder FORJASIB, Direktur CV BARKI, Dewan Pengarah LSBU Askonas, Praktisi Hukum PBJ, Konsultan Komunitas Konstruksi Banyuwangi.