0 4 min 2 bulan

Oleh: cww founder cww-lawtech

 

Banyuwangi;Dalam lanskap administrasi publik yang semakin kompleks, transparansi dan akuntabilitas menjadi pilar utama dalam membangun kepercayaan masyarakat. Salah satu area krusial yang senantiasa memerlukan perhatian adalah pengadaan barang/jasa pemerintah. Sebuah laporan kinerja pengadaan barang/jasa pemerintah tahun anggaran 2024 terbaru dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menyajikan gambaran komprehensif mengenai realisasi belanja pengadaan di berbagai tingkatan pemerintahan, dari pusat hingga daerah. Data ini, yang diolah dari SiRUP dan SPSE, menjadi cermin reflektif terhadap praktik pengadaan di seluruh Indonesia.

Sebagai seorang pelaku pengadaan yang telah mengamati dinamika hukum dan teknologi selama dua dekade, saya melihat urgensi bagi setiap pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, untuk menegakkan prinsip-prinsip kepatuhan regulasi dalam setiap siklus pengadaan. Laporan kinerja LKPP secara implisit menyoroti pentingnya konsistensi antara perencanaan pengadaan yang termuat dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) dengan implementasi di lapangan. Disparitas antara metode pemilihan dan alokasi yang direncanakan di RUP dan realisasi transaksi dapat menimbulkan pertanyaan serius mengenai efisiensi, efektivitas, dan yang lebih fundamental, legalitas proses pengadaan itu sendiri.

Ketaatan Asas Regulasi dan Implikasinya

Pengadaan barang/jasa pemerintah bukanlah sekadar aktivitas administratif, melainkan instrumen vital dalam pengelolaan keuangan negara dan pendorong ekonomi lokal. Setiap perencanaan dan pelaksanaan harus didasarkan pada kerangka hukum yang kuat. Di Indonesia, payung hukum utama yang mengatur hal ini adalah Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 jo Perpres no.46/2025. Regulasi ini secara eksplisit mengatur tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, hingga serah terima hasil pengadaan.

Salah satu esensi dari regulasi ini adalah kewajiban pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang komprehensif dan mengumumkannya melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). RUP adalah fondasi yang menjamin bahwa setiap pengadaan terencana dengan baik, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan sejak awal. Inkonsistensi antara RUP dan pelaksanaan pengadaan, misalnya, jika proyek yang tidak tercantum dalam RUP tiba-tiba dilaksanakan atau metode pemilihan penyedia dan alokasi anggaran berubah drastis tanpa justifikasi yang jelas, dapat dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik.

Dalam konteks hukum, penyimpangan dari perencanaan pengadaan yang telah ditetapkan dalam RUP dapat berpotensi menjadi perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) atau bahkan mengarah pada tindakan pidana korupsi, terutama jika terdapat unsur penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat menjadi dasar pertentangan hukum jika inkonsistensi ini terbukti mengandung unsur melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ketaatan pada RUP bukan hanya formalitas, melainkan wujud nyata komitmen terhadap efisiensi anggaran dan integritas birokrasi.

Pesan untuk Pemkab Banyuwangi

Meskipun laporan LKPP tidak merinci data spesifik untuk Kabupaten Banyuwangi, pesan ini relevan untuk semua pemerintah daerah. Pemkab Banyuwangi, dengan segala potensi dan dinamikanya, diharapkan dapat menjadikan tahun anggaran 2025 sebagai momentum untuk semakin mengukuhkan kepatuhan terhadap regulasi pengadaan. Konsistensi antara RUP dan realisasi pengadaan harus menjadi prioritas, bukan hanya sebagai kepatuhan administratif, melainkan sebagai bagian integral dari upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Memastikan setiap rupiah anggaran dibelanjakan sesuai dengan perencanaan yang transparan di SiRUP adalah investasi pada legitimasi dan kepercayaan publik. Ini juga merupakan langkah proaktif dalam mitigasi risiko hukum dan finansial di kemudian hari. Dengan demikian, pengadaan barang/jasa pemerintah tidak hanya akan menjadi mesin penggerak pembangunan, tetapi juga mercusuar integritas di Bumi Blambangan.