0 6 min 3 minggu

Banyuwangi;Nama Abdullah Azwar Anas kembali mencuat di pemberitaan nasional setelah disebut turut hadir di Kejaksaan Agung dalam pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Publik sempat berspekulasi, mengaitkan kehadirannya dengan posisi yang pernah ia emban sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada Januari–September 2022.

Namun, penting ditegaskan bahwa pemanggilan Anas hanya sebatas memberikan keterangan. Ia hadir bersama mantan Kepala LKPP periode sebelumnya, Roni Dwi Susanto, untuk menjelaskan prosedur pengadaan sesuai regulasi yang berlaku. Dengan kata lain, Anas dipanggil bukan sebagai tersangka, melainkan sebagai pihak yang dimintai informasi teknis.

Latar Belakang Kasus Chromebook

Kasus ini berawal pada tahun 2020, ketika Kemendikbudristek merancang pengadaan perangkat teknologi untuk mendukung pembelajaran digital. Dalam prosesnya, terdapat kerja sama dengan pihak Google Indonesia terkait produk laptop Chromebook.

Sayangnya, program ini justru berujung pada temuan dugaan mark-up harga yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp1,98 triliun. Rinciannya meliputi Rp480 miliar dari software (CDM) dan Rp1,5 triliun dari selisih harga laptop itu sendiri.

Nama besar yang terseret dalam kasus ini adalah eks Mendikbudristek Nadiem Makarim, yang kini berstatus tersangka. Ia membantah tuduhan dan menempuh jalur praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam rangka melengkapi penyidikan, Kejaksaan Agung memanggil sejumlah pejabat dan mantan pejabat terkait, termasuk pihak LKPP.

Peran LKPP dalam Sistem Pengadaan

LKPP memiliki tugas utama: merumuskan kebijakan dan mengelola sistem pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai amanah undang undang jasa kontruksi. Salah satu inovasi besar yang mereka kembangkan adalah Katalog Elektronik (e-Katalog)—platform digital yang memungkinkan proses belanja pemerintah dilakukan lebih transparan, akuntabel, dan efisien.

Dalam konteks pengadaan laptop di Kemendikbudristek, LKPP berperan menjelaskan alur prosedur dan regulasi. Pelaksanaan pembelian tetap menjadi kewenangan kementerian terkait. Hal inilah yang ditegaskan Sekretaris Utama LKPP, Iwan Herniwan:

“Kehadiran mantan kepala LKPP, Roni Dwi Susanto dan Abdullah Azwar Anas, adalah untuk memberikan keterangan kepada Kejaksaan Agung terkait tahapan prosedur pengadaan sesuai aturan. Bukan sebagai tersangka.”

Pernyataan ini meluruskan persepsi publik: bahwa pemanggilan Anas dan Roni bukan karena dugaan keterlibatan, melainkan karena kapasitasnya sebagai mantan pejabat yang memahami detail regulasi.

Sosok Abdullah Azwar Anas: Inovator dari Banyuwangi

Sebelum duduk sebagai Kepala LKPP, Abdullah Azwar Anas dikenal luas sebagai Bupati Banyuwangi dua periode (2010–2020). Ia adalah tokoh daerah yang berhasil mengubah wajah Banyuwangi dari kabupaten pinggiran menjadi salah satu destinasi unggulan di Indonesia.

Di bawah kepemimpinannya, Banyuwangi mendapatkan banyak penghargaan nasional dan internasional berkat terobosan di bidang birokrasi, pariwisata, dan layanan publik digital.

Saat dipercaya memimpin LKPP, Anas membawa semangat yang sama yaitu merombak proses bisnis pengadaan agar lebih modern. Ia mendorong percepatan transformasi e-Katalog sebagai instrumen belanja negara. Tujuannya jelas:

• Menghilangkan praktik pilih kasih,

• Mempercepat proses pengadaan,

• Menjamin transparansi dan akuntabilitas,

• Menciptakan keadilan bagi penyedia barang/jasa, terutama UMKM.

Inovasi ini menjadi salah satu warisan penting Anas di level nasional. Banyak pihak menyebutnya sebagai tokoh berani yang tidak takut menghadapi resistensi demi memastikan pengadaan lebih bersih.

Mengapa Roni dan Anas Dimintai Keterangan

Dalam penyidikan kasus Chromebook, kejaksaan memerlukan gambaran lengkap tentang prosedur pengadaan di LKPP. Karena Roni dan Anas sempat menjabat Kepala LKPP di periode 2022, wajar bila penyidik memanggilnya untuk dimintai penjelasan.

Keterangan Roni dan Anas diperlukan semata-mata sebagai bagian dari kausalitas kasus, yaitu hubungan sebab-akibat antara kebijakan sistem dengan implementasi pengadaan di kementerian. Hal ini menegaskan bahwa perannya sebatas memberikan klarifikasi, bukan bagian dari dugaan pelanggaran hukum.

Penting bagi publik untuk memahami bahwa pemanggilan pejabat dalam kasus besar seringkali dimaksudkan sebagai langkah melengkapi data, bukan selalu menandakan keterlibatan.

Dalam kasus ini, kehadiran Roni dan Anas justru memperlihatkan komitmen transparansi. Ia hadir memberikan keterangan, menjelaskan prosedur, dan mendukung upaya aparat penegak hukum menuntaskan kasus yang merugikan negara.

Lebih jauh, langkah ini juga menunjukkan bagaimana inovasi pengadaan berbasis digital yang pernah ia perjuangkan di LKPP kini diuji di hadapan publik. Prinsip transparansi, akuntabilitas, dan fairness yang menjadi roh e-Katalog tetap relevan sebagai fondasi tata kelola pengadaan di Indonesia.

Tantangan Demokrasi Ekonomi dalam Pengadaan

Kasus Chromebook membuka mata bahwa sistem pengadaan masih rentan disalahgunakan. Inilah mengapa peran tokoh-tokoh seperti Anas penting: mendorong sistem yang lebih terbuka, di mana peluang tidak hanya dikuasai segelintir pemain besar.

E-Katalog, yang ia dorong secara progresif, memberi ruang lebih besar bagi UMKM, penyedia lokal, dan pelaku usaha daerah. Sistem ini dirancang agar belanja negara tidak lagi eksklusif, tapi menjadi alat pemerataan ekonomi.

Fakta: Anas Hanya Dihadirkan untuk Klarifikasi

Mari kembali pada fakta utama:

• Abdullah Azwar Anas tidak berstatus tersangka dalam kasus Chromebook.

• Ia hadir di Kejaksaan Agung hanya untuk memberikan keterangan teknis.

• Kapasitasnya adalah mantan Kepala LKPP yang memahami aturan, bukan pelaku yang terlibat langsung dalam pengadaan laptop.

• Tugas utamanya dalam pemanggilan ini adalah meluruskan prosedur agar penyidik memahami alur kebijakan.

Membaca dengan Jernih, Menghargai Kontribusi

Kabar pemanggilan Abdullah Azwar Anas di Kejaksaan Agung memang mengundang perhatian luas. Namun, publik perlu membaca dengan jernih: pemanggilan ini tidak sama dengan penetapan tersangka.

Anas tetaplah seorang tokoh inovatif asal Banyuwangi yang telah menorehkan banyak prestasi, termasuk merombak wajah pengadaan nasional melalui e-Katalog. Terobosannya menekankan nilai transparansi, akuntabilitas, dan keadilan—tiga prinsip yang justru sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi.

Kasus Chromebook masih berjalan, dan aparat hukum berhak menuntaskan sampai tuntas. Namun, narasi yang harus dipahami publik adalah: Abdullah Azwar Anas hadir sebagai saksi prosedural, bukan pesakitan.