0 5 min 2 hari

 

Oleh: CWW | FORJASIB Newsroom – Yogyakarta


🕊️ Antara Loyalitas dan Integritas

Di aula hangat Yogyakarta menjelang sore, suasana forum pengadaan barang/jasa pemerintah berubah hening saat Roni Dwi Susanto , mantan Kepala LKPP empat periode, melangkah ke podium.

“Jangan pernah merasa aman hanya karena tidak tertangkap,” ucapnya, pelan namun memukul kesadaran banyak peserta.

Kini menjabat Inspektur Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Roni berbicara bukan dengan teks, tapi dengan pengalaman. Ia tidak sedang berteori — ia berbicara dari ruang fakta: ruang sidang, ruang pemeriksaan, dan ruang penyesalan.

“Lebih baik kehilangan jabatan daripada kehilangan kehormatan,” tegasnya, disambut diam panjang yang hanya dimengerti oleh mereka yang pernah berdiri di bawah tekanan perintah atasan.


⚖️ Dari Administrasi ke Pidana: “Jalan Tipis yang Tak Disadari”

Dalam paparannya, Roni mengurai anatomi kasus yang sering menjerat ASN dan penyedia. Banyak yang bermula dari administrasi ringan — salah tafsir, keterlambatan laporan, atau kelalaian pengendalian harga — namun berakhir di ranah pidana korupsi.

“Kalau penyedia bilang, ‘Saya tak mau kembalikan selisih harga karena sudah disetor ke pembeli’, itu bukan lagi urusan perdata. Itu suap,” ujarnya.

Ia menjelaskan, ketika kontrak pengadaan tidak mengandung klausul jelas soal pengembalian kelebihan harga, penyedia dan PPK sama-sama rentan.
Dan ketika transaksi “tambahan” terjadi — entah dalam bentuk hadiah, janji, atau ucapan terima kasih yang bernilai — maka korupsi tak lagi sekadar tuduhan, melainkan fakta hukum.


🔍 Fakta yang Tak Bisa Ditutup: Data KPK Bersuara

Roni mengungkap hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK, dan angkanya mengejutkan.
PBJ masih menjadi sektor paling rawan penyimpangan di Indonesia — lebih tinggi dari perizinan dan perpajakan.

Indikator Integritas PBJ 2024 (KPK) Persentase Risiko
Risiko penyalahgunaan PBJ di kementerian 97%
Risiko di pemerintah daerah 99%
Intervensi dalam pemilihan penyedia 50,4%
Ketidaksesuaian produk katalog dengan hasil 31%
Tekanan atasan kepada panitia 15,8%

“Bayangkan, 99% di daerah masih rentan penyalahgunaan. Artinya, kita hidup dalam sistem yang mudah tergelincir,” ujarnya.
“Dan banyak kasus yang muncul bukan karena niat jahat, tapi karena tekanan dan rasionalisasi.”


🧩 “Triangle Fraud”: Korupsi yang Dimulai dari Rasa Kewajaran

Roni menjelaskan, banyak ASN dan penyedia masuk dalam lingkaran triangle fraud — tiga sisi penyebab utama korupsi: tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.

  • Tekanan dari pimpinan: “Kalau tidak jalankan, kamu saya ganti.”
  • Kesempatan: “Cuma saya yang tahu mekanisme ini.”
  • Rasionalisasi: “Yang lain juga dapat, masa saya tidak?”

Dan di sinilah, kata Ronianto, korupsi sering terasa “manusiawi” — hingga akhirnya berubah menjadi habit birokrasi.

“Mereka tidak niat jahat, tapi terbiasa membenarkan yang salah. Itulah akar persoalan PBJ.”


📜 Sengketa PBJ: Dari Meja Evaluasi ke Meja Hijau

FORJASIB mencatat, dari 2020–2024, lebih dari 600 kasus pengadaan pemerintah berakhir di pengadilan.
Roni memetakan jenis sengketa yang paling sering muncul:

Jenis Sengketa PBJ Pemicu Dampak Umum
Sengketa Informasi Keterlambatan atau penolakan data Aduan ke Komisi Informasi
Sengketa TUN Salah penetapan pemenang tender Gugatan PTUN, pembatalan proyek
Sengketa Perdata Kelebihan harga, putus kontrak Ganti rugi, blacklist penyedia
Sengketa Pidana Suap, pemerasan, gratifikasi Proses KPK atau Kejaksaan

Roni menegaskan, banyak kasus bermula dari ketidaktegasan dokumen perencanaan dan minimnya pengawasan etik internal.
“Pidana itu bukan takdir, tapi hasil dari serangkaian pembiaran,” katanya tegas.


🌱 Integritas: Warisan yang Tak Tergantikan

Bagian paling menyentuh datang di akhir pidato.
Roni menyinggung kehidupan setelah penangkapan — sesuatu yang tak dibicarakan dalam seminar, tapi nyata di lapangan.

“Koruptor bukan hanya kehilangan jabatan, tapi kehilangan anak, istri, bahkan rasa hormat dari dirinya sendiri.”

Ia mencontohkan banyak pejabat yang terpuruk bukan karena hukum, tetapi karena batin.

“Anaknya berhenti sekolah, istrinya minta cerai. Rumah yang dibangun dari uang kotor justru jadi beban moral. Tidak ada berkah dari uang itu.”

Ia bahkan menyinggung praktik amal kompensasi — kebiasaan menyumbangkan uang hasil korupsi ke yatim piatu atau lembaga sosial.

“Menyumbang dari uang haram tidak membuatnya halal. Najis tetap najis, meski disiram sedekah.”


💬 “Jangan Takut Hidup Bersih”

Pidato itu menutup forum dengan sunyi panjang. Tak ada tepuk tangan meriah, hanya kepala yang menunduk dan catatan kecil di atas meja.
Namun dari sunyi itu lahir sesuatu yang lebih besar — kesadaran bahwa dunia pengadaan kini berada di era tanpa ruang abu-abu.

“Kita tak butuh ASN sempurna. Kita butuh ASN berani berkata tidak,” ucapnya sebelum turun dari podium.


🧠 FORJASIB Insight: Di Era Digital, Integritas Adalah Teknologi Tertinggi

Transformasi Perpres 46 Tahun 2025 memperkenalkan procurement intelligence, e-marketplace, dan integrasi sistem nasional. Tapi sebagaimana diingatkan Roni— tanpa etika, semua sistem hanyalah algoritma tanpa nurani.

Di era di mana algoritma bisa menilai harga, hanya hati manusia yang bisa menilai benar dan salah.


🗞️ FORJASIB
Media hukum, etika, dan pengadaan modern – menyuarakan integritas di tengah sistem yang semakin canggih.


 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses