0 5 min 16 jam

 


OPINI CWW | FORJASIB

Menegaskan Arah Baru Pengadaan: Surat Edaran LKPP Nomor 4 Tahun 2025 dan Kewajiban Percepatan Eksekusi Anggaran

Dalam dinamika pembangunan nasional, waktu bukan sekadar parameter teknis—ia adalah penentu reputasi tata kelola. Karena itu, Pemerintah melalui Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 4 Tahun 2025 menetapkan langkah percepatan pelaksanaan pengadaan serta optimalisasi penyerapan anggaran. Surat edaran ini muncul sebagai respons terhadap fenomena yang terus berulang: keterlambatan proses pengadaan dan rendahnya realisasi belanja pemerintah dalam tahun anggaran berjalan, yang pada skala makro berdampak langsung pada lambannya pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Karakter Normatif: Mengikat sebagai Pedoman Operasional

Surat edaran ini bukan sekadar “imbauan administratif,” tetapi merupakan instrumen kebijakan strategis yang memandu Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah dalam menjalankan pengadaan barang/jasa secara:

  • efektif,
  • efisien,
  • transparan, dan
  • akuntabel.

Dengan kata lain, SE ini memberikan “cara menjalankan” Perpres 46/2025 di lapangan.
Ia memperjelas bagaimana percepatan dapat dilakukan tanpa menyimpang dari rambu-rambu hukum.


A. Latar Belakang Normatif

Dalam dokumen ditegaskan bahwa untuk mendukung percepatan pembangunan nasional dan peningkatan kualitas layanan publik, pelaksanaan PBJ harus berjalan tepat waktu.

Masalah yang diidentifikasi:

  1. proses pemilihan penyedia yang berlarut-larut,
  2. penyerapan anggaran yang melambat,
  3. pekerjaan fisik yang baru dimulai menjelang akhir tahun.

Akibatnya jelas: output pembangunan tertunda, manfaat bagi masyarakat terlambat hadir.

SE ini hadir untuk memutus rantai keterlambatan tersebut.


B. Tujuan Hukum dan Administratif

Tujuan penerbitan SE 4/2025 dijelaskan secara eksplisit:

  • Mempercepat realisasi program dan kegiatan PBJ.
  • Mendorong percepatan penyerapan anggaran melalui mekanisme pembayaran yang fleksibel.
  • Meminimalkan hambatan operasional dalam PBJ.
  • Mengawal pencapaian target pembangunan nasional secara terukur.

Dengan bahasa yang sederhana:
Surat edaran ini memastikan anggaran tidak berhenti di atas kertas.


C. Ruang Lingkup Kebijakan

Ruang lingkup kebijakan terbagi menjadi 2 struktur utama:

No Ruang Kebijakan Isi Instrumen Percepatan
1 Percepatan Pengadaan percepatan swakelola, percepatan metode pemilihan, percepatan sistem elektronik (SPSE), percepatan proses pemilihan
2 Optimalisasi Penyerapan Anggaran pemberian uang muka lebih fleksibel, perubahan termin pembayaran, percepatan pembayaran material on site, mekanisme RPATA untuk APBN

Ruang lingkup ini tidak hanya mengatur cara membeli, tetapi juga cara membayar dan cara mengawal pelaksanaan.


D. Penguatan Kapasitas Peran Pelaksana PBJ

Surat edaran menegaskan bahwa KPA wajib memahami tugas PPK, dan sertifikat pelatihan tidak harus diterbitkan LKPP.

Interpretasi normatif:

Pemerintah mengakui bahwa inti kompetensi bukan sekedar sertifikat, tetapi pemahaman tugas dan pertanggungjawaban keputusan.

Ini selaras dengan paradigma PBJ modern berbasis integritas dan kapabilitas, bukan sekadar administrasi.


E. Pengadaan Langsung Konstruksi Rp50–400 Juta dalam SPSE

Ini adalah poin paling strategis yang menyentuh kontraktor daerah:

Pengadaan Langsung pekerjaan konstruksi dengan nilai Rp50–400 juta wajib dilakukan melalui SPSE dengan memastikan:

  1. metode pemilihan diubah sesuai ketentuan,
  2. menggunakan model dokumen pemilihan baru,
  3. penyedia sudah terdaftar dalam SIKaP.

Konsekuensi praktis:

  • Tidak ada lagi pengadaan langsung manual.
  • Tidak ada lagi vendor “titipan”.
  • Semua jejak digital terekam → potensi KKN ditekan sistematis.

F. Optimalisasi Pembayaran dan Cashflow Penyedia

Surat edaran memberikan ruang percepatan pembayaran melalui:

  • pemberian uang muka berbasis analisis PPK,
  • pembayaran termin lebih sering, atau
  • pembayaran material on site.

Dampak normatif:

Pemerintah mengakui bahwa kelancaran proyek sangat bergantung pada arus kas penyedia.

Ini adalah penyelarasan kebijakan yang pro-pelaku usaha, bukan hanya pro-administrasi.


G. Monitoring dan Debottlenecking

PA, APIP, dan UKPBJ berperan aktif melakukan:

  • monitoring bulanan,
  • penyelesaian hambatan implementasi,
  • koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum.

Intinya:
Pengawasan bukan hanya menemukan kesalahan, tetapi menghilangkan hambatan.


KESIMPULAN OPINI CWW

SE 4/2025 adalah “alat percepatan” yang sah, terukur, dan akuntabel.
Ia bukan melonggarkan aturan, tetapi mengoperasionalkan ketentuan Perpres 46/2025 secara efektif di lapangan.

Narasinya jelas:

Pemerintah tidak ingin pembangunan hanya selesai di laporan kegiatan.
Pemerintah ingin pembangunan selesai di lapangan dan dirasakan masyarakat.

Dan bagi pelaku PBJ:

  • Yang siap adaptif → akan tumbuh.
  • Yang masih bermain model lama → akan tersisih oleh sistem.

Inilah wajah PBJ era baru:
transparan, cepat, berbasis sistem, dan berorientasi manfaat publik.

CWW | FORJASIB
Senior Analist Hukum Pengadaan & Tata Kelola Publik

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses