0 5 min 8 bulan

Oleh Bang Bibib

 

 

FORJASIB|Banyuwangi; Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, lebih cerdas dari rakyat yang bokek. Mereka paham keculasan pemerintah. Mana mau mereka jadi korban sistem kekuasaan yang tidak demokratis. Apalagi terpengaruh dengan influencer media soal kehebatan kebijakan pemerintah. Bagi Prabowo kemenangan ini jadi beban tersendiri. Karena dia tahu, ekonomi kita itu tergantung trust pasar, dan itu adalah financial market yang menambal defisit anggaran.

 

Ada indikasi yang mungkin kita bisa pahami tentang situasi terkini. Trust uang itu ada pada negara dan negara serahkan bank kelola trust itu agar sistem uang fiat berkerja dengan baik. Selama ini OJK bersuara selalu memberikan angin positif terhadap daya tahan perbankan kita. Tetapi kemarin OJK terpaksa menerbitkan POJK 5/2024 yang salah satu isinya mewajibkan bank memiliki rencana aksi pemulihan. Pasar menilai bahwa informasi positif yang dikemas selama ini ternyata menyimpan masalah.

 

Dan walau terlambat kebijakan itu dikeluarkan namun tetap harus kita acungkan jempol kepada OJK, yang sangat antisipatf terhadap likuiditas yang mengering dan suku bunga acuan BI yang tinggi sebagai ekses mempertahankan deferential ratio USD/IDR positif. Kalau karena aturan ini, ada bank yang terpaksa harus dimerger atau ditutup, maka itu konsekuensi memulihkan sistem perbankan.

 

Namun masalahnya pasar tidak melihat kebijakan antisifatif itu. Pasar menilai situasi ekonomi dan moneter sudah di luar kendali pemerintah. Terlalu besar kesenjangan antara moneter dan fiskal. Pasar tahu, kesenjangan ini terjadi karena politik. Dan proses poliitk tidak lagi objektif dan rasional. Cenderung kepada politik kekuasaan yang berdampak kepada moral hazard yang sistematis.

 

Siapapun kalau jadi pejabat, walau awalnya hebat lambat laun dia jadi ongoh. Bukanya dia menginfluence perubahan yang lebih baik malah dia yang berubah jadi buruk laku. Saya tahu SMI itu pintar soal ekonomi. Setiap kebijakannya sangat terukur. Tetapi dia hanyalah sekrup dalam mesin kekuasaan. Misal, saat Jokowi mau bangun infrastruktur. SMI setuju banget asalkan dilakukan sebagian besar lewat PINA ( Pembiayaan investasi non anggara). Karena APBN kita defisit. Tidak cukup uang untuk ekspansi bangun infrastruktur. Jokowi setuju lewat PINA.

 

Tapi dalam perjalanannya. PINA itu dilaksaksanakan oleh BUMN yang sebagian besar merugi dan terjebak utang bank. Kalau tidak di bailout, bank akan collapse. Dampaknya bisa sistemik. Mau tidak mau, Jokowi perintahkan agar APBN bailout utang itu lewat PMN ( Penyerataan Modal Negara). Artinya komitmen awal kebijakan B2B berdasarkan sains ekonomi dan financial diabaikan. Makanya APBN terus defisit dan kita terjebak membangun lewat skema utang. Bukan lagi soal kebutuhan tetapi udah debt trap. SMI mau ngomong apa lagi. Ya dia terpaksa terima saja seperti kasus perubahan kepres dari B2B proyek Kereta Cepat, menjadi beban APBN.

 

Lambat laun sikap yang tidak konsisten dalam melaksanakan rencana dan strategi, menimbulkan moral hazard. “ Ah kan engga ada masalah tuh walau APBN yang tanggung. Bangun aja terus “ kata mereka yang ada di ring kekuasaan Jokowi. Padahal ukuran mereka itu hanya jangka pendek, bukan jangka panjang. Fundamental ekonomi itu baru berdampak setelah 10 tahun. Kalau konsisten, ekonomi akan efisien. Kalau tidak, fundamental berderak retak. Yang korban adalah rakyat. Mengapa ? Ketidak kosistenan itu membuka celah korupsi gigantik yang sulit dihapus dan di tracking karena sudah sistemik dan destruktif.

 

Engga percaya ? perhatikan. Awalnya defisit APBN itu dibiayai dari SBN. Itu pure market. Engga ada masalah. Tetapi lambat laun, pasar tidak lagi percaya. Sementara kebutuhan tidak bisa ditunda. Mau tidak mau, bank dipaksa beli SBN. Padahal seharusnya dana bank itu untuk ekspansi kredit dunia usaha. Sekarang diambil oleh negara. Lah gimana mau berkembang industri dan sektor real. Gimana mau naikan tax ratio. Nah larena likuiditas bank kering kesedot SBN,bank membuka skema utang luar negeri bagi korporat lewat channeling agent atau selling credit. Yang justru membuat bank dibebani resiko utang luar negeri. Itu lebih bahaya. Karena destruktif terhadap cash flow devisa. Makanya rupiah sulit dikendalikan lagi.’

 

Makanya SMI tidak mau lagi dipilih jadi menteri keuangan. Kesadaran intelektual dan spiritual membebaninya untuk menjauh saja dari kekuasaan… Saran saya kepada Prabowo. Kini saatnya anda gunakan jiwa miiter anda. Jiwa patriot anda. Jangan lawan pasar, tetapi perbaiki saja kinerja ekonomi secara mandiri. Caranya? pangkas APBN sampai 40%. Pastikan APBN kita surplus. Kemudian, pastikan penerimaan negara lewat SDA bersih dari kebocoran dan rente. Keluarkan Perpu perampasan Aset koruptor dan pembuktian terbalik. Hapus semua proyek populis dan marcusuar. Nah untuk mempercepat trust pasar bahwa pemerintah kredibel, buat satu gembrakan besar. Tangkap mastermind koruptor. Jadikan itu icon indonesia bersih bersih…Saya yakin dua tahun saja, ekonomi akan pulih. Setelah pasar kenbali confident, anda bsa kebut menuju indonesia emas.(CWW)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.