Oleh : Budi Kurniawan Sumarsono Amd. SH (Founder cww_Lawtech/FORJASIB/Ketua Askonas-Banyuwangi).
FORJASIB-Banyuwangi :Sebagai praktisi hukum dan pendiri cww_Lawtech, saya ingin menyampaikan pandangan saya mengenai perubahan terbaru dalam tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk jasa konstruksi di Indonesia. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022, yang merupakan revisi dari PP Nomor 51 Tahun 2008, telah memperkenalkan tarif baru yang lebih bervariasi dan bertujuan untuk mencerminkan kualitas serta kompleksitas layanan yang diberikan oleh penyedia jasa konstruksi.
Rincian Tarif PPh Jasa Konstruksi
Tarif terbaru untuk jasa konstruksi, yang mulai berlaku sejak 2023, adalah sebagai berikut:
Konsultansi Konstruksi
1. 1,75% untuk penyedia jasa tanpa sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja (usaha orang perseorangan).
2. 2,5% untuk penyedia jasa dengan sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja (usaha orang perseorangan).
3. 3,5% untuk penyedia jasa dengan sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja (usaha badan usaha).
4. 4,5% untuk penyedia jasa dengan kualifikasi tinggi.
5. 5,5% untuk penyedia jasa dengan kualifikasi sangat tinggi.
6. 6% untuk penyedia jasa dengan kualifikasi sangat tinggi dan sertifikat ISO 9001.
7. 7% untuk penyedia jasa dengan kualifikasi sangat tinggi, sertifikat ISO 9001, dan sertifikat ISO 14001.
Pelaksanaan Konstruksi
– 2% untuk penyedia jasa dengan kualifikasi usaha kecil.
– 3% untuk penyedia jasa dengan kualifikasi usaha menengah atau besar.
– 4% untuk penyedia jasa tanpa kualifikasi usaha.
Evaluasi Kebijakan dan Kritik
Perubahan tarif ini dirancang untuk lebih mencerminkan kualitas dan kapasitas penyedia jasa konstruksi serta mendorong peningkatan standar dalam industri konstruksi di Indonesia. Penyedia jasa yang memiliki sertifikasi dan kualifikasi yang lebih tinggi mendapatkan insentif berupa tarif pajak yang lebih rendah, sebuah langkah yang sejalan dengan upaya peningkatan kualitas layanan.
Namun, kebijakan ini tidak terlepas dari kritik. Salah satu kritik utama adalah bahwa tarif PPh didasarkan pada nilai kontrak, bukan laba bersih. Pendekatan berbasis nilai kontrak dianggap kurang adil karena tidak memperhitungkan kemampuan bayar yang sesungguhnya dari penyedia jasa konstruksi, yang bervariasi berdasarkan margin keuntungan.
Selain itu, tarif yang berbasis sertifikasi dapat menjadi beban tambahan bagi usaha kecil yang belum mampu memenuhi syarat untuk mendapatkan sertifikasi kompetensi atau badan usaha. Meskipun ada tarif yang lebih rendah untuk usaha tanpa sertifikat, dorongan untuk meningkatkan kualifikasi dapat menambah beban administratif dan biaya bagi usaha kecil, yang mungkin tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, meskipun perubahan tarif PPh Jasa Konstruksi tahun 2023 merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan standar industri konstruksi melalui insentif pajak, penting bagi pemerintah untuk terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini. Tujuan utama adalah memastikan bahwa peningkatan kualitas layanan dan keadilan pajak dapat tercapai tanpa memberatkan pelaku usaha kecil. Implementasi yang adil dan dukungan yang berkelanjutan untuk usaha kecil akan menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini dalam jangka panjang.
Untuk memastikan tarif yang Anda gunakan sesuai dengan peraturan terbaru, selalu periksa dengan otoritas pajak atau sumber resmi seperti Direktorat Jenderal Pajak atau publikasi terbaru dari DDTC News dan INTAKINDO.